JAKARTA - Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia mengatakan, idealnya strata tarif cukai rokok hanya terdiri dari satu tarif atau tarif tunggal. Hal ini sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).
Peneliti PKJS Universitas Indonesia Risky Kusuma Hartono meyakinitarif tunggal cukai hasil tembakau (CHT) bisa menurunkan prevalensi perokok aktif di Indonesia.
Dengan demikian kata Risky, penurunan strata menjadi satu kunci penting mencapai target penurunan prevalensi rokok menuju Indonesia maju.
"Dengan adanya single tarif, sama seperti framework kebijakan ekonomi pengendalian tembakau, bahwa satu tarif ini akan bisa menurunkan konsumsi rokok, meningkatkan penerimaan negara, di saat yang sama juga mengadministrasikan cukai menjadi lebih efektif," kata Risky dalam webinar Penyederhanaan Struktur Cukai, Senin (15/11/2021).
Jika belum mampu mengimplementasikan satu tarif CHT, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merekomendasikan strata ideal tarif cukai rokok menjadi dua strata. Rinciannya, SPM dan SKM di strata I, dan SKT di strata II.
Adapun saat ini, Indonesia masih terkungkung dalam 10 strata tarif cukai, meski membaik dibanding 19 strata tarif di tahun 2009-2011. Strata dibedakan berdasarkan jenis rokok, seperti SKM, SPM, SKT, dan SPT.
Jenis tersebut terbagi menjadi 3 golongan berdasarkan jumlah produksi pabrik. Dari golongan tersebut, dibagi lagi berdasarkan harga jual eceran minimum per batang dan terbagi lagi menjadi beberapa tarif.
"Apabila strata tarif cukai ini cukup rumit, maka akan memiliki konsekuensi yang negatif, yaitu harga rokok akan semakin luas dan murah. Harga yang luas akan memungkinkan konsumen dapat beralih ke produk rokok yang lebih murah," kata dia.
Lebih lanjut Risky menjelaskan, rumitnya atau banyaknya strata taruf cukai rokok bakal berdampak pada terhambatnya penurunan prevalensi perokok.
Risky bilang, simplifikasi strata menjadi salah satu dari tiga variabel yang mampu mengurangi daya beli terhadap rokok. Dua variabel lainnya adalah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan menaikkan batasan minimum harga jual eceran.
"Semakin banyak tingkatan tarif strata cukai, akan membuat harga rokok semakin terjangkau. iIni tidak sesuai semangat kita mendorong para perokok berhenti untuk membeli rokok, yang mana konsekuensi umum adalah harga rokok masih murah atau masih dapat dijangkau," pungkas Risky.