JAKARTA - Peneliti Utama serta Founder & Chairman Health Collaborative Center (HCC), Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, mengatakan negara harus hadir untuk menjamin hak fundamental anak untuk menyusui.
Hal ini disampaikan dr. Ray bertepatan dengan momentum Pekan ASI Sedunia di tengah pandemi ini yang mengangkat tema Lindungi ASI Tanggungjawab Bersama.
"Menyusui bukan saja tanggungjawab ibu dan anak, berarti ada tanggungjawab perlindungan. Karena, ingat, menyusui itu adalah hal fundamental dalam hal hak asasi anak," kata Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi di acara media brief dalam rangka Pekan Raya ASI Sedunia 2021 secara daring, Rabu (4/8/2021).
Dokter yang memiliki pengalaman penelitian laktasi dan nutrisi serta kedokteran kerja ini, menjelaskan, Kalau kita bicara anak usia 0 sampai 6 bulan, mereka tidak mendapatkan makanan lain selain ASI.
"Itu artinya, hak anak untuk mendapatkan makanan, dan, makanan satu satunya adalah ASI maka itu harus dilindungi. Siapa yang melindungi? Negara," imbuhnya.
Dia menjelaskan, negara harus hadir melindungi hak anak tersebut, yaitu memastikan support system yang melindungi hak fundamental bayi dalam mendapatkan makanan utama dan satu satunya. Menurutnya, hal itu harus bisa dipastikan terlindungi dalam melaksanakan proses perlindungannya adalah terutama kepada ibu.
Oleh karena itu, dr Ray pun menungkapkan sekarang momentum yang baik juga untuk mengadvokasi bahwa cuti melahirkan dan cuti menyusui sudah waktunya dinaikkan menjadi 6 bulan. Hal itu, menurutnya, merupakan bentuk pertanggungjawaban negara.
Pada kesempatan media brief dalam rangka Pekan Raya ASI Sedunia 2021 itu, HCC memaparkan hasil penelitian kesiapan tenaga kesehatan Indonesia dalam mensukseskan ASI selama pandemi.
Dalam penelitiannya yang melibatkan 1004 responden dari 22 provinsi itu, HCC menemukan bahwa 62 persen tenaga kesehatan Indonesia kesulitan mempertahankan ibu menyusui dan memberi ASI eksklusif.
Lalu 57 persen fasilitas kesehatan layanan primer tidak memiliki pelayanan antenatal care daring/ telemedicine selama pandemi covid 19. Cukup mencengangkan karena 66 persen tenaga kesehatan di pelayanan primer ini diketahui tidak pernah mendapatkan pelatihan menyusui khusus manajemen laktasi untuk pandemi.
Selain itu, didapati data bahwa 42 persen responden mengaku tidak ada ketersediaan informasi tentang menyusui yang aman selama masa pandemi di fasilitas kesehatan mereka bertugas. Searah itu, ada 64 persen fasilitas kesehatan primer tidak punya fasilitas menyusui khusus pasien covid 19.
Tim peneliti HCC ini yaitu ada Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, Dr. Levina Chandra Khoe, MPH dan Qisty Afifah Noviyanti, SGz pun memberikan rekomendasi diantaranya praktik konsultasi pemberian ASI harus tetap dilakukan bahkan wajib. Jika tak bisa dilakukan pada faskes, maka secara daring.
"Rekomendasi lainnya, harus diberikan kesempatan untuk kunjungan rumah. Jadi, konsuler laktasi itu harus diperbanyak supaya dapat melakukan kunjungan rumah. Indonesia itu adalah salah satu negara dengan angka konsuler laktasi yang sangat rendah," pungkas dr Ray.