BANYAK orang bilang memelihara kucing sangat berbahaya sebab bisa mengakibatkan kemandulan, bahkan sampai membenci hewan lucu tersebut.
Ada juga yang mengatakan itu hanyalah mitos. Tapi tidak sedikit kita jumpai para ibu yang mengatakan nasib buruk tersebut terjadi karena memelihara kucing bahkan sejak kecil.
Lalu, apakah benar memelihara kucing dapat menyebabkan risiko mandul ?
Saya bisa mengatakan, ya. Bacalah tulisan ini sampai akhir agar bisa dipahami dengan baik dan mendapatkan solusi praktis terkait penanganannya.
Kita akui kucing adalah hewan yang sangat menggemaskan. Hancur rasanya saat tahu kabar tentang bahaya kucing bisa menyebabkan kemandulan.
Padahal anabul sudah menemani kita selama ini. Yang selalu membangunkan setiap pagi, yang selalu rewel saat lapar, selalu berbuat onar dan mengacaukan barang-barang di rumah, tapi kalau sedang bepergian rasanya rindu dan ingin segera pulang.
Seharian saja di luar rasanya resah dan gelisah, apalagi kalau kita tau bagaimana anabul kita mengeong dengan nada sedih seperti sedang menangis.
Hati terasa hancur apalagi saat ini kita dilanda dilema tak ingin mandul tapi juga tak mau kehilangan anabul kesayangan.
Tapi jangan lekas frustasi. Karena tidak semua kucing bisa menyebabkan kemandulan. Lalu, kucing yang seperti apakah yang dianggap berbahaya tersebut? Dan, apakah kucing kita termasuk kucing yang dimaksud?
Jadi kucing yang memiliki risiko dan berbahaya bagi kita adalah kucing yang terinfeksi parasit toxoplasma dengan nama latin toxoplasma gondi (T.gondii) .
Apa itu parasit toxoplasma? Dilansir dari Klik Dokter, dijelaskan bahwa toxoplasma merupakan parasit yang hidup di dalam tubuh hewan terutama kucing. Parasit ini dapat menginfeksi manusia dan menyebabkan berbagai masalah kesehatan di berbagai organ tubuh manusia.
Telur toxoplasma dihasilkan kucing melalui kotoran. Kita perlu berhati-hari jika hendak membersihkan kotorannya, gunakan masker dan sarung tangan setelah itu mencuci tangan.
Harus berhati hati karrna meskipun kotoran kucing telah dibersihkan kemungkina parasit toxoplasma masih berada disana sebab parasit ini dapat bertahan selama berbulan-bulan di darat maupun di air.
Selain pada kucing, toxoplasma juga menginfeksi hewan berdarah panas lainnya seperti ayam, kambing, sapi, kuda, kelinci dan harimau serta berbagai jenis unggas.
Toxoplasma inilah yang apabila menginfeksi manusia dapat menyebabkan risiko kemandulan. Apakah akibatnya hanya hemandulan saja? Ternyata tidak, ferguso.
Toxoplasma dapat menginfeksi siapa saja bahkan tidak mengenal usia atau gender. Dilansir dari AloDoc, manusia sehat yang terinfeksi toxoplasma tidak merasakan gejala penyakit.
Namun, ada juga yang mengalami gejala ringan seperti demam tinggi, nyeri otot, kelelahan, radang tenggorokan, dan pembengkakan kelenjar getah bening pada manusia yang sehat.
Pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan kehamilan seperti keguguran, kelahiran mati, bahkan toxoplasmosis kongenital yang dapat menimbulkan kerusakan pada otak, hilang pendengaran, dan gangguan pengelihatan pada bayi setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah dilahirkan.
Sedangkan pada manusia yang mengalami gangguan kekebalan tubuh, toxoplasma dapat menyebabkan sakit kepala, kebingungan, kurangnya koordinasi tubuh, kejang, kesulitan bernafas dan gangguan pengelihatan.
Penularan toxoplasma kepada manusia dapat terjadi dengan memakan sayuran yang terkontaminasi oleh telur toxoplasma, serta daging mentah dari hewan berdarah panas yang mengandung kista toxoplasma dan tidak dimasak sampai matang, atau selepas membersihkan kotoran kucing yang terinfeksi toxoplasma.
Jadi, saya dapat mengatakan, Ya!, Atas statement bahwa memelihara kucing dapat menyebabkan risiko kemandulan bahkan lainnya, “apabila” kucing tersebut adalah kucing yang terinfeksi parasit toxoplasma.
Pertanyaannya, bagaimana agar anabul kesayangan tidak terinfeksi toxoplasma? Dan upaya apa yang perlu kita lakukan?
Jawabannya adalah manajemen risiko. Manajemen risiko bukan hanya ilmu yang diterapkan pada suatu yang berskala besar saja seperti perusahaan. Melainkan ia bisa diterapkan mulai dari hal kecil yaitu pada diri sendiri. Apabila tidak dindahkan, risiko akan semakin besar dan kita akan menyesal.
J Davidson Frame dalam bukunya yang berjudul “Managing Risk in Organization” mengemukakan lima tahapan manajemen risiko. Mari kita manage risiko atas masalah penanganan anabul ini dengan lima tahapan tersebut.
Pertama, perencanaan risiko. Merencanakan risiko secara sadar dan menentukan risiko apa yang akan kita upayakan. Dalam hal ini perencanaan risiko kita adalah mengenai dampak risiko dalam memelihara kucing yang mungkin terjadi dimasa mendatang.
Kedua, identifikasi risiko. Yaitu menentukan kira-kira risiko apa saja yang mungkin terjadi jika kita memelihara kucing, berdasarkan pengalaman ataupun informasi yang kita dapat selama ini. Seperti yang telah dipaparkan di atas, kemandulan atau gangguan kehamilan, dan lain-lain.
Ketiga, mengukur dampak risiko. Yaitu memeriksa apakah dampak risiko memelihara kucing sudah kita rasakan gejalanya saat ini, atau belum. Atau bahkan tidak merasakannya karena termasuk manusia sehat tanpa gejala dari toxoplasma.
Keempat, merancang strategi penganan risiko. Ada banyat strategi untuk menangani masalah tersebut. Jika belum mengalami gejala dari toxoplasma, kita biasa mencegahnya di rumah. Seperti mencuci sayuran dan daging sampai bersih, serta memsaknya sampai matang.
Selain itu tetap menjaga kebersihan tempat dan yang paling penting menjaga kebersihan anabul. Memandikan setidaknya setiap seminggu sekali, jangan biarkan keluar rumah loss control sebab toxoplasma bisa saja perada pada tanah atau tumbuhan yang dia lewati. Hindarkan anabul makan hewan kotor seperti tikus dan kecoak.
Apabila kita sudah merasakan atau mengalami gejala tersebut, maka segeralah pergi ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Terakhir adalah apabila kita masih remaja dan hendak menikah, tidak ada salahnya melakukan pemeriksaan TORCH untuk mendeteksi apakah kita terinfeksi toxoplasma atau tidak guna mendapatkan pengobatannya.
Pemeriksaan TORCH sendiri merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya infeksi pada ibu hamil. TORCH, kadang disebut juga TORCHS, adalah singkatan dari beberapa nama penyakit infeksi, yaitu Toksoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simplex virus, dan Sifilis.
Namun, tentu saja prosedur pemeriksaan kesehatan TORCH ini tetap bisa juga ditempih oleh wanita yang belum atau akan menikah guna memastikan kondisi kandungan siap untuk dibuahi.
Kelima, pengawasan dan pengendalian risiko. Yaitu mengawasi dan mengendalikan risiko tersebut dengan menelaah berbagai tanda atau gejala yang muncul.
Selama pandemi ini kita banyak berdiam di rumah bersama hewan kesayangan kita. Tetap mawas diri dan tetaplah bahagia. Jangan sampai strategi manajemen risiko yang kita rencanakan tidak terealisasikan dengan dengan baik. Jadi tataplah konsisten demi kesehatan anabul dan diri kita.
Siti Nurfajriah Shidqiah