Terlebih lagi, smartphone telah banyak mengalami perkembangan, mulai dari segi bentuk maupun kecanggihan fitur-fiturnya. begitu banyak menu yang ditawarkan yang terkadang memeluk penggunanya dalam lena berkepanjangan.
Ilustrasi: remaja sedang menggunakan smartphone (source: pexels) |
Smartphone punya berbagai aplikasi komunikasi yang instan seperti media sosial. Smartphone juga dapat membuat penggunanya terhubung langsung ke internet.
Hal inilah yang kemudian menjadikan ponsel pintar semakin populer dan bahkan bersifat adiktif bagi sebagian besar masyarakat hari ini.
Karena besarnya dampak candu yang ditimbulkannya maka berdasarkan penelitian dari Influence Central, anak-anak sudah mulai mengenal smartphone di usia rata-rata 10 tahun dan di bawahnya ketika tahun 2012. Untuk beberapa anak, memiliki smartphone bahkan lebih awal lagi, sekitar usia 7 tahun, menurut ahli internet.
Maraknya pengguna smartphone dari satu sisi, merupakan kemajuan teknologi namun dari sisi lain justru menggerus kehidupan sosial masyarakatnya.
Bahaya yang ditimbulkan oleh candu smartphone ini tidaklah ringan apalagi terhadap anak-anak sehingga diharapkan kepada orangtua agar dapat mengontrol dengan serius anak-anak mereka dalam interaksinya pada alat ini.
Kontrol orangtua ini penting sebab smartphone bisa menjadi sumber informasi apa pun, termasuk informasi yang buruk dan menjerumuskan.
Seperi dikutip dari Psychology Today, dalam tubuh setiap orang, terdapat sebuah zat yang disebut dopamine. Menurut penelitian terbaru, zat ini adalah zat yang memancing perilaku mencari seseorang. Dopamine membuat seseorang mencari, berkeingian, dan bergairah.
Zat tersebutlah sesungguhnya yang dapat meningkatkan level gairah dan perilaku seseorang dalam mencapai tujuannya.
Inilah kemudian jawaban tentang pertanyaan mengapa seseorang gelisah saat mendapatkan pesan baru atau notifikasi pemberitahuan atau apapun dari ponselnya rasanya sangat sulit untuk mengabaikannya.
Ketergantungan pada smartphone juga membuat anak-anak akan menjadi anti sosial karena sudah merasa tercukupi dengan interaksi dan kesibukan serta keasyikan bersosial media.
Setiap orangtua mungkin saja punya aturan berbeda-beda mengenai kapan seorang anak layak memegang smartphone. Beberapa orangtua memilih mendisiplinkan anak dan membuat aturan tak boleh memegang smartphone sebelum masuk jenjang SMP.
Sedangkan beberapa lainnya mengenalkan anak pada smartphone lebih awal, karena alasan agar tidak gaptek dan buta akan teknologi.
Bahkan ada yang memberikan smartphone pada anaknya agar tidak membuat gaduh dan brisik di dalam rumah apalagi ditambah dengan kelelahan orangtua meminjamkan smartphone mereka kepada anak-anaknya.
Agar anak tidak mengganggu, maka diberilah ia smartphone tanpa peduli dengan dampak baik dan buruk yang ditimbulkan oleh ponsel tersebut.
Tidak pernah ada kesepakatan baku tentang kapan semestinya seorang anak layak untuk memakai smartphone, tapi yang pasti orangtua dituntut untuk memberikan aturan yang ketat terhadap anak tentang pemakaian smartphone jika ingin anak generasinya tetap smart.
Mengenalkan smartphone sejak dini sebenarnya sah-sah saja hanya perlu untuk diatur dengan baik. Namun semakin lama orangtua menahan untuk mengenalkannya justru memberi dampak yang semakin baik terhadap tumbuh kembang sang anak.
Biarkan anak menghabiskan masa kecilnya dengan indah tanpa perangkat smartphone. Tapi bukan berarti sama sekali haram bagi si kecil bersinggungan dengan perangkat itu.
Biarkan ia berkembang dengan alami tanpa gadget agar ia paham dan mengerti tentang warna warni masa kecil yang indah tanpa perangkat smartphone yang menjajah itu.
Selain lingkungan, orangtualah aktor utama di balik sikap dan perilaku si kecil terhadap gadget. Orangtua harus smart dan menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya dalam penggunaan gadget.
NASER MUHAMMAD