Bursa kerja untuk lulusan ini pun semakin terbuka lebar. Tren positif ini tidak saja dilatari tingginya kebutuhan masyarakat akan beragam solusi praktis berbagai permasalahan menyangkut keluarga.
Lebih dari itu, kebutuhan itu juga seiring tumbuhnya kesadaran penerapan hukum agama dalam keluarga yang menetapkan peraturan hidup manusia.
Menyadari pentingnya program studi tersebut yang terus menunjukkan peran serta fungsi pentignya, kini kampus-kampus perguruan tinggi berlomba membuka program studi ini.
Di Indonesia sendiri studi Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah telah diatur dalam Inpres No.1/1991 dan Kep. Menag No.154/1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
Seraya masih terus melakukan penguatan standar mutu dan peningkatan kualitas, popularitas program studi Hukum Keluarga Islam ini semakin menanjak.
Diantara indikator peningkatan itu semakin banyaknya kampus-kampus baik swasta maupun negeri yang membuka jurusan ini.
Al-Ahwal Al-Syakhsiyah adalah istilah bagi keseluruhan hukum yang menyangkut masalah keluarga dan peradilan Islam seperti hukum perkawinan, kewarisan, wasiat dan Peradilan Agama.
Saat ini jurusan ini telah dibuka juga dalam jenjang studi Strata Dua (S2). Kampus Pascasarjana Universitas Malik Ibrahim Malang dan Program Pascasarjana UIN SGD Bandung adalah diantara dari sekian banyak kampus yang telah membuka program ini.
Al-Ahwal al-Syakhsiyah di setiap kampus berpacu terkemuka dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, penelitian, serta pengabdian kepada masyarakat, yang menghasilkan lulusan yang memiliki kapasitas intelektual, keahlian, kepribadian dan mencerminkan integritas keislaman dan keilmuan.
Misi universal untuk keluarga dan kemanusiaan
Secara umum, program studi Hukum Keluarga Islam mengusung visi mengantarkan peserta didik kepada kekokohan aqidah dan kedalaman spiritual, keagungan akhlak, keluasan ilmu, dan kematangan profesional.
Prodi ini juga memiliki misi memberikan pelayanan akademik dan keilmuan untuk mendukung perkembangan Hukum Keluarga Islam yang integratif, transformatif dan multikultural.
Selain itu prodi ini mengembangkan pengkajian peserta untuk memiliki kecakapan intelektual, integritas kepribadian, dan keahlian yang selaras dengan perkembangan Hukum Keluarga Islam, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain itu, prodi ini berorientasi untuk menyiapkan peserta menjadi generasi yang berguna bagi masyarakat dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memecahkan persoalan kehidupan masyarakat terutama tentang Hukum Keluarga Islam.
Melahirkan ilmuan berbasis pada terapan
Program studi Hukum Keluarga dalam rangkaian tujuan yang ingin dicapai adalah menghasilkan ilmuan yang memiliki kemampuan dan mewujudkan sarjana Hukum Keluarga Islam yang memiliki integritas ilmiah serta berpepribadian luhur.
Selain itu, program studi ini berupaya mewujudkan kemampuan yang dimiliki untuk mengembangkan dan menyebarkan Ilmu Hukum Keluarga Islam di tengah-tengah masyarakat guna meningkatkan taraf kehidupan bangsa.
Bursa kerja terbuka dan tak terbatas
Lulusan program studi Ahwal al-Syahshiyyah bukan saja berkompetensi berkarir secara profesional di banyak sektor seperti hakim, pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), penyuluh hukum, PNS, atau konselor keluarga dan bidang-bidang lain yang terkait.
Di banyak tempat dan wilayah di Indonesia, lulusan program studi Ahwal al-Syahshiyyah diketahui banyak yang berkarir profesional sebagai pengajar atau guru.
Lebih dari itu, tak sedikit diantaranya berprofesi dai yang notabene merupakan peran strategis sebagai informal leader yang bekerja dengan spirit universalisme Islam.
Tidak ada lagi dikotomi
Penjagaan nilai-nilai luhur yang dibawa para sarjana Hukum Keluarga Islam dalam menjalankan amanatnya sebagai cendikiawan selaras dengan tri dharma, menunjukkan bahwa program studi ini akan semakin bertumbuh pesat dan kian diminati.
Apalagi saat ini Kementerian Agama Republik Indonesia telah mengeluarkan regulasi baru berkaitan dengan gelar akademik berupa menghapus keterangan "Islam" atau yang biasa disingkat I dalam gelar akademik perguruan tinggi Islam. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 33 Tahun 2016.
Jadi artinya, kalau dulu untuk sarjana Hukum Keluarga Islam, misalnya, gelarnya adalah SHI. Maka, kedepan ini tidak dipakai lagi dan berubah hanya menjadi SH saja.
Dengan demikian, tidak ada lagi kesan dikotomi atau perbedaan/pemisahan antara lulusan kampus umum dan agama.
Bukan itu saja, dari sejumlah penelusuran ternyata banyak dari para lelaki yang sangat mengidamkan mendapatkan istri lulusan Hukum Keluarga Islam (HKI).
Alasannya sederhana. Kuliahnya saja jurusan keluarga, yang menandakan mereka telah menyiapkan diri dengan sungguh-sungguh menjadi seorang ibu sekaligus sarjana manajer yang "siap guna" dan terus berpacu dalam tradisi ilmu. (NUGROHO)