SEPERTI pasar, negeri ini selalu diwarnai "kegaduhan". Gaduh masalah hukum, terorisme, hingga yang terbaru Miss World.
Negeri ini selalu mempertontokan sesuatu yang tidak dibutuhkan masyarakat. Bahkan dalam beberapa, program, berita dan budaya tidak penting bagi kemajuan generasi juga tampak dipaksakan.
Ironisnya, acara yang tidak pernah dilakukan sepanjang sejarah negeri ini dan sama sekali tidak dibutuhkan generasi bangsa, Miss World, justru telah mengantongi izin dari kepolisian.
Lantas, apa makna polisi melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat? Apa dan siapa yang dilayani, apa dan siapa yang dilindungi, dan masyarakat mana yang akan dilayani, diayomi dan dilindungi itu?.
Adakah jenis kelompok masyarakat yang paling berhak untuk dilindungi, diayomi, dan dilayani dari selain keselamtan mental dan identitas generasi muda bangsa tercinta ini?.
UUD 45 saja mengamanahkan anggaran pendidikan sebesar 20% dari total APBN. Lantas, jika pendidikan mau ditingkatkan tetapi moralitas bangsa diganggu oleh budaya-budaya yang berpotensi merusak itu tetap jalan, lantas untuk apa ada pendidikan di negeri ini?.
Disinilah kita mesti sama-sama menghidupkan akal dan nurani sendiri. Benarkah Miss World itu penting untuk negeri ini, untuk kaum ibu dalam mendidik anaknya, atau malah sangat dibutuhkan generasi bangsa untuk melanjutkan visi kemerdekaan Indonesia.
Jika tidak, logika apa yang melandasi, sehingga pihak panitia, polisi, dan bahkan aparat sudah menerjukan Kopasus di Bali untuk mempersiapkan acara rendahan semacam itu? Berhentilah gaduh di negeri sendiri, dengan saudara sendiri. Janganlah kepentingan sesaat merusak persatuan bangsa dan negara.
Penolak perhelatan kontes kecantikan itu tentu saja tidak anti dengan kemajuan atau apa pun namanya, selama moralitas tetap dijaga dan diutamakan. Sebaliknya, tidak semua gagasan dan ide pemilik modal itu penting dan dibutuhkan oleh negara.
Oleh karena itu, kita berharap agar pihak kepolisian, dengan jujur, berani dan tegas mencabut izin acara yang berpotensi akan merusak mental generasi muda negeri ini.
Termasuk kepada pihak penyelenggara, hendaknya kembalilah berpikir, duduk sejenak untuk melihat bagaimana nasib gadis-gadis negeri hari ini. Lantas bagaimana kira-kira yang akan terjadi kalau mereka dicekoki budaya miskin moral dan sarat kepentingan bisnis belaka.
Ingatlah riwayat perjuangan para pahlawan negeri ini. Mereka mengorbankan apa saja yang mereka miliki untuk kemerdekaan bangsa dan negara. Lantas, mengapa kita yang menikmati hasil perjuangan mereka justru menodai kemerdekaan negeri ini dengan fantasi materi dan mengubur nurani?.
Fakta Generasi
Diakui atau tidak, mentalitas generasi bangsa hari ini sudah sangat jauh dari harapan. Bukan saja yang masih remaja, mereka yang benar-benar muda dan duduk di parlemen pun ternyata telah terseret arus materialisme yang merusak integritas dan profesionalisme.
Kondisi tersebut membuat analis opini publik, Yudi Latif, menurunkan artikel dengan judul 'Yang Muda yang Layu' di Harian Republika, beberapa hari lalu (4/9/2013).
Artinya, generasi muda negeri ini mengalami masalah mental yang cukup serius. Lebih-lebih jika menengok anak-anak, remaja dan mereka yang mahasiswa. Umumnya mereka hidup di negeri ini dengan mengacu pada budaya populer, jelas Barat dengan segala macam derivasinya.
Negeri ini terjebak pada kebanggaan tidak utuh dengan hanya melestarikan dan mengembangkan batik. Sementara bagaimana mental generasi muda dibangun, rasanya masih jauh dari diperhatikan. Buktinya sederhana, bagaimana iklan-iklan tanpa busana yang sopan bisa begitu bebas 'berkeliaran'.
Padahal, sadar atau tidak, anak-anak yang hari ini masih 10 atau 15 tahun dalam perkembangan hidupnya akan meniru gaya semacam itu. Bagaimana tidak, sejak kecil, setiap hari itu terus yang dilihat.
Mau Kemana?
Pihak penyelenggara dan pendukung Miss World berargumen bahwa ajang tersebut bisa mengangkat nama bangsa dan negara. Pertanyaannya, diangkat ke mana?.
Kalau soal kontes wanita, Barat sudah jauh lebih "terhormat" daripada Indonesia. Karena mereka memang tidak memiliki cara pandang yang tepat tentang bagaimana memuliakan kaum hawa. Bagi Barat, tubuh wanita adalah seni dan mutlak harus dinikmati.
Sementara bagi Indonesia, wanita adalah ibu dan akan menjadi ibu bagi generasi. Mereka harus dimuliakan, dihormati dan dilindungi. Bukan dieksploitasi.
Negara tidak akan mampu melahirkan gengerasi, kaum wanitalah yang bisa melakukannya. Oleh karena itu, sudah semestinya negeri yang bernurani ini memuliakan harkat dan martabat kaum wanita.
Tidak dengan mengekploitasi wanita, atau menggeser budaya jorok Barat ke negeri sendiri. Tetapi dengan membangun kreativitas tinggi bagaimana wanita Indonesia bisa menjadi sosok wanita yang cerdas, santun dan tentunya bertakwa.
Jika dunia bertanya, di mana negara yang anak-anaknya bermoral tinggi, menjunjung kebenaran dan kejujuran, publik global pun sepakat menjawab, "Datanglah ke Indonesia. Di sana kaum wanitanya bermoral, cerdas, santun dan bertakwa".
Sementara kalau Miss World, siapa yang akan bangga, dan sejarah apa yang akan diwariskan sebagai nilai yang membanggakan untuk generasi masa depan?.
Jadi, mari kita sejanak dinginkan kepala, jernihkan hati dan pendarkan cahaya nurani. Janganlah kepentingan sesaat merusak generasi. Mari berpikir 1000 kali untuk acara rendahan semacam ini. Sederhana saja, ini perlu atau tidak bagi pembangunan mental generasi.
Dan, jika ternyata Miss World benar-benar terjadi, maka sungguh, sejarah bangsa ini akan ternodai dan seluruh generasi masa depan akan melihat pemimpin hari ini sebagai pemimpin yang telah buta mata hati dan tuli nurani yang menyiapkan dirinya layak untuk dilaknati sampai mati.*
______
IMAM NAWAWI, penulis adalah kolumnis. Ikuti juga cuitan-cuitannya di @abuilmia
Trending Now
-
Foto: Pixabay PUTUS asa itu biasa. Yang luar biasa adalah ketika kamu mampu bangkit dari keterpurukan. Lalu kembali melawan rasa ketida...
-
ARTIS terkenal Nagita Slavina dikabarkan marah saat dipanggil oleh suaminya, Raffi Ahmad, dengan sebutan yang tidak biasanya. Jika bias...
-
SEBUAH studi ilmiah yang dilakukan Emory University, Amerika Serikat, belum lama ini menemukan bahwa peran ayah dalam pengasuhan meningkat...
-
WALAUPUN insiden ini langka terjadi, namun tetap perlu kewaspadaan yang ekstra. Khususnya mengetahui langkah pertama yang harus dilakukan d...
-
BERHUTANG seakan sesuatu yang tidak aneh lagi bagi beberapa orang. Namun jika sejak remaja sudah dibiasakan untuk berutang, maka itu akan m...