Sementara itu, Albert Einstein pernah berkata, "Saya tidak mempunyai bakat khusus, saya hanya sangat ingin tahu".
Dua kalimat tersebut memang sangat sederhana, tetapi tak berarti sempit makna. Keduanya mengandung kematangan berpikir dan kepiawaian hidup yang tak bisa diragukan.
Dalam kesempatan ini kita bisa simpulkan bahwa dalam hidup, seorang manusia hanya perlu motivasi tinggi. Setidaknya itulah yang ditunjukkan oleh Lincoln.
Lincoln terlahir sebagai anak dari tukang kayu yang tumbuh tanpa pengawasan seorang ibu. Keprihatinan ekonomi membuatnya dewasa lebih dini. Hanya setahun belajar, ia mampu membaca, menulis dan berhitung.
Ia pernah menjadi pembelah kayu pagar, prajurit, juru tulis, pegawai kedai, kepala kantor pos, hingga akhirnya, di usia 28 tahun ia resmi menjadi seorang pengacara dan kemudian terpilih sebagai presiden pada 6 Nopember 1860.
Bagaimana dengan Albert Einstein, apakah dia lebih beruntung dari Lincoln? Ternyata tidak. Einstein tidak bisa bicara hingga umur 4 tahun. Ia sempat diklaim sebagai murid yang lambat, meskipun akhirnya terbukti sangat smart.
Ia hanya punya motivasi tinggi untuk mengetahui. Ia tak punya bakat apalagi kecerdasan. Sekali lagi ia hanya punya motivasi tinggi. Einstein berkata, "Hal yang paling penting adalah tidak berhenti bertanya. Keingintahuan memiliki alasannya tersendiri untuk tetap ada".
Lebih dari itu, Einstein berprinsip, "Jangan berusaha untuk menjadi seseorang yang sukses, tetapi berusahalah untuk menjadi seseorang yang bernilai". Benar, Einstein pun sangat fenomenal, inspiratif, dan tak terlupakan, utamanya dengan rumus E=mc² yang ditelurkannya.
Semua Bisa
Bercermin pada pengalaman dua tokoh di atas, berarti semua bisa berprestasi. Apalagi, kuncinya juga sederhana, dongkrak semangat. Ya, jelas, semua pasti bisa.
Artinya, kesuksesan, kebermaknaan dan karya besar itu tidak ada korelasinya dengan warna kulit, asal daerah, jenis makanan, bahasa, apalagi sekedar bangsa dan negara. Satu-satunya yang membedakan sekaligus menentukan adalah kualitas motivasi.
Sejarah pernah merekam bagaimana sebuah kawasan seluruh penduduknya memiliki motivasi tinggi untuk berprestasi. Bahkan mampu memutar fakta hingga 360 derajat. Itulah kawasan yang dibangun Nabi Muhammad dan didambakan oleh seluruh peradaban dunia, Masyarakat Madani.
Ada seorang manusia bernama Bilal. Sebelum beriman, ia adalah budak yang diperjualbelikan. Tak punya daya apalagi motivasi. Tetapi, setelah hijrah ke Madinah ia tampil sebagai sosok manusia yang mengagumkan. Kesungguhannya dalam menjalani hidup sebagaimana spirit ajaran Islam, mengantarkannya mampu mengemban amanah sebagai seorang gubernur.
Adakah, manusia yang lebih rendah dari seorang budak? Tentu tidak ada, apalagi zaman sekarang, jelas budak sudah tidak nyata lagi. Maka dari itu, jelas, prestasi adalah soal motivasi bukan yang lain.
Dari sini kita bisa lihat secara gamblang bahwa sikap meniru-niru sebagian remaja tanah air terhadap gaya hidup Barat sebagai sesuatu yang kurang bahkan tak bermanfaat. Karena selain menyalahi budaya sendiri, secara psikologi, hal itu tidak berdampak pada terdongkraknya semangat untuk berprestasi.
Padahal, semakin penduduk suatu negeri banyak meniru hal-hal yang kurang bermanfaat dari negeri lainnya yang dianggap lebih maju, maka masyarakatnya akan semakin konsumtif. Dan, masyarakat konsumtif akan menggiring suatu negara pada kebangkrutan.
Usaha Nyata
Setelah mendongkrak semangat (motivasi), tugas berikutnya adalah melakukan usaha nyata alias pembuktian. Kurang bukti apa lagi?
Di zaman kita pun ada bukti nyata. Coba lihat apa yang ditunjukkan oleh Prof. Yohanes Surya, pakar fisika yang telah melahirkan banyak juara olimpiade sains dari anak-anak Papua!
Dalam sebuah acara talkshow di stasiun televisi swasta nasional Yohanes bercerita. "Ketika saya bertemu dengan Gubernur Papua saya meminta kepadanya agar diberi anak-anak yang paling bodoh di Papua".
Sang gubernur jelas kebingungan. Di mana-mana orang mencari anak berprestasi untuk dididik berprestasi. Ini kok, malah anak-anak paling bodoh yang mau dididik untuk berprestasi.
Ternyata benar, anak-anak Papua itu tampil cerdas dan berhasil berprestasi. Bahkan mereka tak canggung lagi duduk dengan anak-anak ibu kota.
Ketika ditanya oleh presenter soal perbedaan belajar di Papua dengan belajar bersama Yohanes, dengan cepat anak Papua itu menjelaskan, "Jangan bicara perbedaan. Di Papua kami tidak mendapatkan guru yang bisa memotivasi. Tetapi bersama Profesor Yohanes, kami hidup dengan motivasi untuk berprestasi, sehingga kami tertarik dan bahagia dalam berusaha menyelesaikan soal-soal".
Hal tersebut tentu sangat menggembirakan bagi kita semua. Betapa, motivasi dan usaha nyata tak bisa dipisahkan. Semoga ke depan, pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan segera melakukan gerakan mendongkrak semangat belajar siswa Indonesia dengan menerapkan sistem belajar yang efektif, produktif dan tentunya, kompetitif.
Untuk bisa kompetitif, kita mesti benar-benar mampu berusaha dengan penuh kualitas. Menurut Henry Ford, kualitas berarti melakukan dengan benar ketika tidak ada yang mengawasi.
Konsisten
Langkah pamungkas adalah konsisten. Jika kita bisa konsisten dengan semangat yang terus menggelora dalam hati, niscaya kita adalah manusia paling bahagia meski tanpa harta benda.
Mahatma Ghandi berkata, "Kebahagiaan adalah ketika apa yang kamu pikirkan, apa yang kamu katakan, dan apa yang kamu lakukan, semuanya sejalan".
Artinya, mari mulai esok ini kita dengan harapan-harapan tinggi yang kita besitkan dalam hati, kita utarakan kepada orang tua, teman atau pun guru, dan kita tutup esok kita dengan rangkaian kegiatan yang memungkinkan kita sampai pada harapan.
Jangan lagi ada yang tidak berhubungan apalagi bertentangan. Pagi berkata harapan, siang kita melakukan pengingkaran. Akhirnya malam pun kita menutup mata dengan kebimbangan, keraguan dan segala macam bentuk rasa yang mengganggu dan merusak bahkan membunuh semangat sendiri. Fatalnya, kita bisa tidak percaya pada diri sendiri.
Apabila seseorang banyak punya harapan, tetapi tidak diikuti dengan perbuatan yang mengantarkan pada harapan, maka ia akan menjadi manusia yang secara sadar sering mendustakan dirinya sendiri. Jika ini terjadi terus menerus maka selesailah riwayat hidupnya.
Cicero berkata, "Seorang pembohong tidak akan dipercaya walaupun ia sedang mengatakan sesuatu yang benar". Ini berarti, konsisten tidak bisa dipungkiri. Setiap jiwa yang punya semangat, hendaknya ia menunggangi kendaraan bernama konsisten.
Jadi, hanya dengan mendongkrak semangat, seseorang akan tumbuh mengagumkan. Dan, tidak ada cara terbaik untuk mendongkrak semangat selain kekuatan iman. Hanya dengan iman motivasi akan terbebas dari belenggu pretensi dan ambisi.
Napoleon Bonaparte berkata, "Muhammad adalah orang besar, prajurit yang tanpa takut. Dengan beberapa orang saja ia menang dalam Pertempuran Badar, kapten yang hebat, pandai berbicara, negarawan yang hebat, menghidupkan negaranya dan menciptakan bangsa dan kekuatan baru di tengah-tengah gurun Arab".
Dengan demikian, mari kita dongkrak semangat untuk berprestasi yang dilandasi iman demi kemaslahatan kehidupan. Bukan sekedar semangat untuk membangun menara pribadi dengan kerja keras yang mengabaikan Tuhan.
Antara pernyataan, motivasi, dan semangat, harus mewujud dalam bentuk sikap dan gerak. Kita harus semangat menyatakan impian-impian serta motivasi besar kita, dan di waktu yang sama kita terus berusaha mewujudkannya. Semangat menyatakan, nyatakan semangat!
Pesan Filsuf tanah air, Buya Hamka kepada kita semua, "Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, kera juga bekerja". *
________
*) IMAM NAWAWI, penulis adalah kolumnis. Ikuti juga cuitan-cuitannya di @abuilmia