SIAPA sebenarnya manusia-manusia besar yang kini mewarnai pentas sejarah dunia? Apakah superman, bangsawan, pejabat, atau justru manusia biasa-biasa saja yang mampu melakukan perubahan?
Pertanyaan itu penting untuk melihat riwayat lengkap dari keberhasilan seorang tokoh agar kita mendapat gambaran mendetail tentang jejak rekam. Sehingga kita dapat mengambil pelajaran dengan sebaik-baiknya untuk melakukan sebuah perubahan.
Umumnya, orang melihat kesuksesan manusia hanya pada tahap akhir. Pada saat meraih jabatan, meraih penghargaan, atau pada saat dikenal banyak orang. Jarang yang mau melihat tahap awal, perjuangan, pertengahan, apalagi tahap kesengsaraan.
Itulah mengapa banyak orang Indonesia yang suka kagum kepada seorang tokoh hebat, tetapi tidak segera mendesain diri untuk melakukan hal yang sama seperti yang dikagumi. Anehnya, pada saat kagum dengan seorang artis, seketika segala hal ditiru habis-habisan.
Hal inilah yang mungkin menjadi sebab utama mengapa manusia Indonesia secara umum enggan untuk melakukan perubahan, kecuali pada hal-hal yang kurang esensial.
Fakta Perubahan
John Scott dalam bukunya Sosiologi The Key Concepts, menyebutkan bahwa perubahan merupakan sifat dasar dari masyarakat. Sejauh masih ada masyarakat, maka perubahan tidak dapat terhindarkan. Maka tidak salah jika kemudian ada ungkapan bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan. Itulah fakta kehidupan yang memang tidak bisa kita pungkiri.
Manusia dari bayi terus tumbuh berkembang menjadi dewasa dan manula. Biji-biji tanaman yang ditanam, perlahan namun pasti tumbuh menjadi pohon besar yang memberikan buah dan kerindangan. Pelan tapi pasti, itulah perubahan dalam kehidupan.
Maka setiap yang bernyawa pasti akan berubah. Dan, fisik segala ciptaan Allah di muka bumi ini pasti akan berubah. Pada seorang manusia, kulit yang tadinya kencang perlahan menjadi keriput. Mata yang tadinya kurang tajam, menjadi tajam, dan akhirnya kembali buram. Itulah dunia materi, selalu berubah.
Begitu juga dengan alam. Sebagai contoh, dulu di Kutai Kartanegara, tepatnya di Loa Kulu, kampung saya, lingkungannya masih bagus, banyak pohon durian, buah cempedak, dan berbagai macam buah lainnya. Tetapi kini sudah tidak ada. Penambangan batu bara tak kenal kompromi dengan tumbuh-tumbuhan, semua habis digilas.
Artinya, mau tidak mau semua pasti akan berubah. Hanya saja ada perubahan positif dan ada juga yang negatif. Tergantung dari mental dan cara berpikir individu dan masyarakat.
Namun demikian ada sesuatu yang tidak dapat berubah dengan mudah dan cepat pada diri seseorang, yakni mental dan cara berpikir. Perubahan ini mau tidak mau memang berjalan secara gradual, perlahan, langkah demi langkah bahkan mungkin bersifat evolusioner.
Hal inilah yang nampaknya terjadi pada bangsa kita, sekalipun kita telah 67 tahun merdeka, secara mental kita akui bangsa kita masih inferior. Bahkan secara ekonomi masih terjajah. Buktinya sederhana, kita punya tambang emas di Timika, tetapi Freeport yang mengambil keuntungannya. Kita punya batu bara di Kalimantan, tetapi negara asing yang menikmatinya.
Akar Perubahan
Perubahan positif tidak akan terjadi kecuali diawali dengan perubahan mental dan cara berpikir, dari kerdil menjadi besar, dari sempit menjadi luas, dan dari picik menjadi bijaksana. Tanpa perubahan mental dan cara berpikir, pasti perubahan positif juga tidak akan pernah terwujud.
Sangat tepat jika kemudian Rhenald Kasali menyatakan bahwa akar perubahan tidak terletak pada uang, teknologi, peralatan, tetapi lebih pada mindset manusianya (SDM). Sejauh mindset manusianya tidak berubah, maka sampai kapanpun perubahan tidak akan pernah terjadi. Sekalipun dunia di luar sana telah melesat jauh meninggalkannya.
Jelasnya Rhenald mengatakan seperti ini; “Perubahan pada dasarnya bukanlah menerapkan teknologi, metode, struktur, atau manajer-manajer baru. Perubahan pada dasarnya adalah mengubah cara manusia dalam berpikir dan berperilaku”.
Saya tidak tahu dari mana Rhenald mendapat inspirasi semacam itu. Tetapi saya melihat, pemahaman Rhenald itu dapat kita temukan pada masa Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam ketika menerima wahyu untuk pertama kalinya, Iqra’ (bacalah!).
Sebuah perintah yang menghendaki umat manusia untuk banyak belajar. Dan, terbukti, 22 tahun kemudian, perubahan besar terjadi. Seruan Islam menyebar hampir ke seluruh belahan bumi dan membangkitkan Eropa sebagai peradaban yang tak sadarkan diri hingga akhirnya dapat hidup kembali seperti sekarang.
Jadi, akar perubahan itu ada pada mindset, yaitu kesadaran individu dan masyarakat untuk merubah cara berpikirnya secara tepat, efektif dan efisien. Tanpa itu, maka perubahan hanya akan menjadi penantian yang takkan pernah hadir.
Tepat jika kemudian Ridwan Kamil, arsitek dan inisiator Komunitas Indonesia Berkebun mengatakan, “Mari kita terus belajar, berpikir dan terus berkarya. Sekarang kita berada pada zaman baru dengan segudang masalah yang memerlukan solusi baru”.
Mulai (Menciptakan) Perubahan
Sekarang, siapa yang harus memulai (menciptakan) perubahan? Tentu tidak ada yang lain, selain kita sendiri. Kita tidak boleh menunggu perubahan, tetapi kita harus menciptakan perubahan.
Apabila ada ide atau gagasan, maka segeralah mencari teman yang bisa nyambung dan buatlah komunitas. Karena ide tanpa komunitas hanya akan menjadi retorika teori. Tetapi dengan adanya komunitas, ide akan dapat diwujudkan dan dirasakan manfaatnya.
Itulah yang telah dicontohkan oleh Ridwan Kamil, arsitek yang berhasil membangun rumah dari 30.000 botol bekas Kratingdaeng, Marco Kusumawijaya, arsitek lingkungan yang menginisiatori komunitas kreatif Bumi Pemuda Rahayu dan Rujak (Ruang-Jakarta). Kemudian, dalam bidang pemikiran, kita bisa belajar dari Dr. Hamid Fahmy Zarkasy dengan lembaga kajiannya, INSISTS.
Namun demikian, ide dan komunitas masih belum cukup. Perlu lagi yang namanya role model (seorang teladan). Role model inilah yang nantinya akan memberi nuansa atau pengaruh besar bagi stabilitas spirit anggota komunitas. Orang yang mampu menjadi role model itu adalah orang yang telah melakukan perubahan diri.
Jadi, apabila kita ingin melakukan perubahan atau menciptakan perubahan, sebelum membangun komunitas dan mengembangkan ide, kita harus siap menjadi tauladan. Artinya merubah diri sendiri terlebih dahulu. Jika tidak, maka perubahan hanyalah angan-angan. Pepatah mengatakan, ‘Many people want to change the world but no body want to change him self.’
Konsep Perubahan
Mungkin masih ada di antara kita yang berpikir bahwa perubahan itu harus dilakukan oleh semua orang secara serentak dan terus-menerus. Hal itu memang tidak salah, tetapi dalam situasi kekinian, dimana hampir setiap orang hidup dengan semangat ketidakpedulian, mengharapkan itu semua hanya akan membuat langkah perubahan semakin lambat atau mungkin justru terhenti.
Konsep perubahan menegaskan bahwa perubahan tidak dimulai oleh banyak orang, tetapi hanya sedikit manusia.
Dalam bidang sains di Barat kita kenal Copernicus, pendeta yang dibakar hidup-hidup karena dianggap murtad dari agama (Kristen). Copernicus dalam hal ini menjadi seorang inisiator gerakan ilmiah di Barat, sehingga dua abad kemudian lahirlah Isaac Newton, Tycho Brake, Johann Kepler dan Albert Einstein.
Dalam peradaban Islam kita kenal Nabi Muhammad bersama empat sahabat utamanya, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Dengan kekuatan seorang Nabi dan empat sahabat mulia itu, seantero dunia dapat merasakan keindahan ajaran Islam.
Dalam sejarah kemerdekaan, kita kenal Ir. Sukarno dan Drs. Muhammad Hatta. Sekalipun kedua tokoh itu dibantu oleh banyak pihak, tetapi keduanya telah menjadi wakil dari kelompok sedikit yang mampu melakukan perubahan penting bagi kelangsungan bangsa dan negara Indonesia.
Jadi, jangan ragu lagi, perubahan itu harus kita mulai dari penataan mindset secara benar dan tepat, kemudian upaya serius merubah diri sampai menjadi seorang role model, kemudian buat komunitas untuk mewujudkan gagasan kita.
Dan selanjutnya, lakukanlah bersama teman-teman kita (yang sevisi atau nyambung) meski hanya beberapa orang saja. Apabila hal itu terjadi, siapapun kita, orang biasa atau wong ndeso, pasti akan mampu menjadi pelopor perubahan.
Sebaliknya, jika kita tidak melakukan perubahan dari sekarang, siapapun kita, anak pejabat atau bangsawan, maka Allah pun enggan membantu, meski hanya untuk sekedar lari dari kemiskinan dan kebodohan.
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. 13 : 11). *
______
*) IMAM NAWAWI, penulis adalah kolumnis. Ikuti juga cuitannya di @abuilmia
*) IMAM NAWAWI, penulis adalah kolumnis. Ikuti juga cuitannya di @abuilmia